Nama :
Vanni Devi Andiani
Npm :
29213091
Kelas : 2EB26
UNIVERSITAS GUNADARMA
Di era globalisasi ini, peranan
hukum dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat
diabaikan keberadaannya. Hukum dalam keberadaannya di masyarakat mempunyai peranan dan pengaruh terhadap
kegiatan ekonomi sesuai dengan fungsi hukum itu sendiri. Sehingga sangat jelas,
jika kondisi hukum di suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun
akan mudah untuk dilaksanakan. Namun sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan
secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan
ekonomi suatu bangsa.
Seperti diketahui bahwa
Landasan atas hukum ekonomi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan juga
landasan filosofis Indonesia. Artinya, pancasila sebagai dasar dan tujuan
setiap peraturan perundang-undangan dan tentu saja mengatur perekonomian suatu
negara. Selain Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 juga dijadikan sebagai dasar hukum.
Perlunya suatu
perangkat hukum yang dapat mengatur menyebabkan agar semua pihak yang
berkepentingan mendapat perlakuan yang adil dan agar tidak terjadi perselisihan
diantara pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan
manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek. Manusia melakukan kegiatan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi tidak bisa memenuhi kebutuhannya
sendiri. Oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya.
Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan
kepentingan diantara manusia yang berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan
maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka. Maka semua itu diatur dalam
hukum atau peraturan perekonomian.
Disatu pihak, Hukum berkepentingan
dengan hasil yang akan diperolehnya melalui pengaturannya, dan oleh karena itu
harus paham tentang seluk-beluk masalah yang akan diaturnya. Sedangkan dipihak
lain, hukum juga harus menyadari bahwa factor-faktor dan kekuatan diluar hukum
juga akan memberikan pengaruhnya pula terhadap hukum serta proses bekerjanya.
Sehingga dalam menyusun kebijakan hukum diperlukan adanya pertimbangan, antara
lain mengenai faktor-faktor psikologis, faktor sosiologis dan letak geografis.
Di era sekarang, masuknya investasi
dalam suatu negara berkembang khususnya Indonesia merupakan salah satu peranan
yang sangat signifikan dalam memacu pembangunan ekonomi. Karena di
negara-negara berkembang kebutuhan akan modal pembangunan yang besar selalu
menjadi masalah utama dalam pembangunan ekonomi. Sehingga diantara
negara-negara berkembang yang menjadi perhatian bagi investor adalah tidak
hanya sumber daya alam yang kaya, namun yang paling penting adalah bagaimana
hukum investasi di negara tersebut dapat memberikan kepastian hukum dan
kepastian berusaha.
Disinilah hukum merupakan faktor
yang sangat penting dalam kaitannya dengan perlindungan hukum yang diberikan
suatu negara bagi kegiatan penanaman modal. Sehingga melalui sistem hukum dan peraturan
hukum yang dapat memberikan perlindungan, akan tercipta kepastian
(predictability), keadilan (fairness) dan efisiensi (efficiency) bagi para
investor untuk menanamkan modalnya.
Pertumbuhan penanaman modal tersebut
(investasi langsung) terus berlangsung hingga tahun 1996 seiring dengan
berbagai kebijakan liberalisme dibidang keuangan dan perdagangan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah. Namun pertumbuhan investasi tersebut mengalami
kemerosotan yang berujung dengan terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun
1997 yang menjadi krisis multidensional yang berpengaruh terhadap stabilitas
politik. Pengaruh perekonomian ini menjadi tantangan bagi perumusan
kebijaksanaan nasional, dunia ekonomi dan pelaku ekonomi.
Dampak ini lebih terasa lagi setelah
arus globalisasi ekonomi semakin dikembangkannya prinsip liberalisasi
perdagangan (trade liberalization) yang telah diupayakan secara bersama-sama
oleh negara-negara di dunia dalam bentuk kerjasama ekonomi regional, seperti
North American Free Trade (NAFTA), Single European Market (SEM), European Free
Trade Agreement (EFTA), Australian-New Zealand Closer Economic Relation and
Trade Agreement (ANCERTA), ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Econimic
Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO).
Berbagai studi menunjukkan bahwa
iklim investasi Indonesia lebih buruk dibanding Cina, Thailand, Vietnam dan
negara-negara ASEAN lainnya. Iklim investasi dapat didefinisikan ‘sebagai semua
kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun
yang diharapkan terjadi di masa mendatang, yang bisa memengaruhi tingkat
pengembalian dan risiko suatu investasi.
Secara
realita, sebagaimana yang dihadapi dunia pada saat ini dimana dengan adanya krisis
keuangan global saat ini, telah mengakibatkan sistem hukum ekonomi di beberapa
negara tidak dapat menjalankan fungsi dan perannya secara efektif. Kondisi
tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap stabilitas
sistem keuangan dan mengancam kesinambungan perekonomian nasional. Krisis keuangan
secara global yang saat ini terjadi di wilayah Amerika, Eropa maupun Asia pada
dasarnya secara khusus bersumber dari masih lemahnya kualitas sistem keuangan
yang ada di secara global di dunia.
Reformasi
keuangan yang terjadi pada awal Tahun 1980 an ternyata hanya memberikan
peningkatan kuantitas lembaga-lembaga keuangan dan kuantitas aliran modal yang
masuk (capital inflow) ke suatu Negara. Kondisi seperti ini, juga dilakukan
oleh Indonesia pada saat itu, khususnya jika dikaitkan dengan liberalisasi
perbankan yang berawal pada Tahun 1988 dimana kondisi tersebut merupakan salah
satu faktor pemicu lemahnya sistem keuangan, khususnya pada sektor Lembaga
Perbankan. Terjadinya gejolak di pasar uang, pasar valas dan pasar modal serta meningkatnya
ketidakpastian (uncertainty) dapat mengabikatkan semaki memburuknya kinerja Lembaga Keuangan yang
pada gilirannya dapat mengakibatkan runtuhnya kestabilan sektor keuangan.
Secara
keseluruhan jika kondisi krisis global yang terjadi pada saat ini tidak segera
diantisipasi dan ditangani secara serius dan komprehensif oleh Pemerintah
Indonesia maka akan berdampak pada krisis keuangan yang semakin mendalam.
Selanjutnya, kondisi tersebut tidak saja berdampak pada buruknya aspek
likuiditas perbankan, akan tetapi juga pada solvabilitas dan rentabilitas dari
lembaga perbankan secara nasional, mengingat lembaga perbankan merupakan pasar
yang sangat dominan dalam industri keuangan di Indonesia, maka secara
sistematis sektor keuangan dapat mengalami kelumpuhan kembali sebagaimana
kondisi yang terjadi kurun waktu Tahun 1997-1998 yang lalu.
Mepertimbangkan
dari dampak dan kerugian yang demikian besar terhadap kondisi perekonomian
suatu Negara sebagai akibat dari instabilitas sistem keuangan tersebut serta langkah-langkah
penyelesaian krisis (crisis resolution) yang juga membutuhkan waktu cukup lama,
maka sudah saatnya stabilitas sistem keuangan fungsinya dioptimalkan dan
perlunya kordinasi yang efektif dan komprehensif baik dari pihak pemerintah dan
Bank Sentral sebagai pengambil kebijakan publik di setiap belahan negara-negara
di dunia pada saat ini, termasuk di Indonesia pasca krisis keuangan dan
perbankan Tahun 1997-1998. Akan tetapi, kondisi yang ada pada saat ini
khususnya di Indonesia, belum maksimalnya konsep-konsep pemikiran secara
yuridis maupun institusional (legal and institutional framework)dari
masing-masing instutisi yang bertanggung jawab secara menyeluruh dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan tersebut.
Berkaitan
dengan hal tersebut di atas, dalam upaya melakukan perkembangan dalam
pembangunan nasional terutama yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, secara
umum dapat dijelaskan bahwa keterkaitan antara regulasi / pengaturan sistem
pengamanan keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia akan
berkorelasi pula dengan peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi secara
keseluruhan. Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan
sosial adalah berdaulat di bidang hukum dan politik, mandiri di bidang ekonomi,
dan berkepribadian di bidang budaya.
Srategi pembangunan
yang memberdayakan ekonomi rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi
ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan di bawah pimpinan
dan penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih
diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat
ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi
manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah
pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka
yang paling miskin dan tertinggal.
Berdasarkan uraian diatas maka
jelaslah bagi bangsa Indonesia, bahwa salah satu upaya untuk menggerakkan
kembali perekonomian Nasional adalah bagaimana menciptakan iklim dunia usaha
yang kondusif. Dengan penataan hukum ekonomi khususnya hukum investasi
diharapkan mendorong investasi di Indonesia, baik penanaman modal dalam negeri
maupun asing. Kebijakan-kebijakan yang dirumuskan haruslah yang mampu membuat
Indonesia bersaing dengan negara-negara di ASEAN khususnya, dalam menarik
investasi asing.
Daftar
Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar