Senin, 28 April 2014

Membandingkan Tingkat Kesejahteraan Provinsi di Jawa dengan Provinsi di luar Jawa



Nama         : Vanni Devi Andiani
NPM          : 29213091 
Kelas         : 1EB24
 
 
  
 1. Tingkat kesejahteraan di provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Sumatra Barat


        Povinsi Jawa Timur

a)      Tingkat Kemiskinan  di provinsi Jawa Timur

Perkembangan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu 2008-2013, secara absolut menurun sebanyak 1.880,04 ribu jiwa, dengan jumlah penduduk miskin tahun 2013 (Maret) 4.771 ribu jiwa. Seperti halnya dengan kondisi tingkat kemiskinan dari tahun 2008-2013 mengalami penurunan dan hingga akhir tahun 2013 persentase penduduk miskin mencapai 12,55 persen menurun dari tahun sebelumnya, namun kondisi kemiskinan Provinsi Jawa Timur masih tergolong tinggi jika dibandingkan terhadap rata-rata kemiskinan nasional (11,37%).


b)     Tingkat pengangguran di provinsi Jawa Timur

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada Agustus2013 digambarkan dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja maupun jumlah penduduk yang bekerja tetapi belum dapat menurunkan tingkat pengangguran. Diduga tenaga kerja yang diserap masih lebih sedikit dibanding derasnya pertambahan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja bertambah sekitar 280 ribu orang dalam kurun waktu setahun (Agustus 2012 -Agustus 2013). Penduduk yang bekerja bertambah 230 ribuorang dibanding keadaan setahun yang lalu.



 c)      Tingkat ketimpangan di provinsi Jawa Timur

Bila mengacu pada nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur 2009-2013 masih masuk dalam kategori sedang (antara 0,3 – 0,5). Selama tahun 2009-2011 nilai gini rasio di Jawa Timur menunjukkan tren kearah peningkatan, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 0.01 poin menjadi 0,36 dan tahun 2013 menjadi 0,364.


Provinsi  Sumatra Barat

a)      Tingkat kemiskinan di provinsi Sumatra Barat

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2013 adalah 380,626 jiwa mengalami penurunan 0,58 persen dibandingkan kondisi Maret 2013. Lebih dari dua per tiga, tepatnya 70,67 persen, penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan. Jadisekitar kurang dari 29,33 persen penduduk miskin tinggal di perkotaan. Tabel 1, menunjukkan bahwa 6,38 persen penduduk perkotaan dikategorikan sebagai penduduk miskin, sementara itu, di daerah perdesaan, persentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding daerah perkotaan yaitu sekitar 8,30 persen.  
                                              

b)     Tingkat pengangguran di provinsi Sumatra Barat

   Keadaan ketenagakerjaan di Sumatera Barat pada Agustus tahun 2013 menunjukkan adanya penurunan jumlah angkatan kerja dan penduduk yang bekerja serta peningkatan jumlah pengangguran. Pada bulan Agustus 2013, jumlah angkatan kerja mencapai 2,165,3 ribu orang, turun sebanyak 23,5 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012 atau turun 57,2 ribu orang dibandingkan keadaan Agustus 2011.                                                   
  Jumlah pengangguran tahun 2013 meningkat sebanyak 8,5 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012, dan meningkat sebanyak 7,9 ribu orang dibandingkan dengan keadaan tahun 2011. Meningkatnya jumlah pengangguran pada periode Agustus 2012 – Agustus 2013 lebih merupakan kontribusi dari meningkatnya jumlah pengangguran laki-laki yang tercatat mengalami peningkatan sebanyak 11,3 ribu orang, sedangkan jumlah penganggur perempuan justru turun sebanyak 2,9 ribu orang. 
      
       


c)      Tingkat Ketimpangan di Sumatra Barat

Dari sisi pemerataan pembangunan, ketimpangan antar daerah–daerah di Sumatera Barat juga semakin mengecil. Hal ini terlihat dari semakin kecilnya konstribusi perekonomian kota Padang terhadap Sumatera Barat. Jika tahun 2010 PDRB kota Padang mencapai 31,13 persen, di tahun 2011, turun menjadi 28,6 persen.. Beberapa daerah sudah mulai meningkatkan sumbangannya terhadap perekonomian Sumbar. Antara lain kabupaten Padang Pariaman dari 6,4 % menjadi 7,3 %. Kemudian Pasaman Barat, dari 6,5 % menjadi 7,2 % dan Solok dari 5,4 % menjadi 6 persen. 

2. Tingkat kesejahteraan di provinsi DKI Jakarta dengan provinsi Riau

Provinsi Dki Jakarta

a)      Tingkat kemiskinan di provinsi DKI  Jakarta
 
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2013 sebesar 375,70 ribu orang (3,72persen). Dibandingkan dengan Maret 2013(354,19ribu orang atau 3,55persen), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 21,51 ribu atau meningkat 0,17 poin.Sedangkan dibandingkan dengan September 2012 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen), jumlah penduduk miskin meningkat 8,93 ribu atau meningkat 0,02 poin.


b)     Tingkat pengangguran di Provinsi DKI Jakarta

Struktur angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta pada bulan Agustus 2013 secara keseluruhan mengalami perubahan dibandingkan keadaan Agustus 2012. Pada bulan Agustus 2013, jumlah angkatan kerja tercatat 5,18 juta orang, berkurang sebanyak 188,56 ribu orang bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012 sebanyak 5,37juta orang.
Dengan menurunnya jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja juga mengalami penurunan. Penduduk yang bekerja berkurang dari 4,84 juta orang pada Agustus 2012 menjadi 4,71 juta orang pada Agustus 2013 atau terjadi penurunan 125,76 ribu orang. 



c)      Tingkat Ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta

Dari sisi distribusi pendapatan, ketimpangan pendapatan penduduk DKI Jakarta masih termasuk kategori ketimpangan rendah. Namun demikian selama tiga tahun terakhir Gini Rasio di DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan untuk semakin timpang. Pada tahun 2010 gini rasio sebesar 0,381 dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 0,397. Hal ini didukung dengan kriteria ketimpangan bank dunia. Yang menunjukkan penduduk berpendapatan rendah mengalami tren penurunan. Bila pada tahun 2010 persentase pen- dapatan yang dinikmati kelompok ini sebesar 18,25 persen, pada tahun 2011 persentasenya turun menjadi 16,96 persen, dan pada tahun 2012 kembali turun menjadi 15,67 persen. Kondisi ini menunjukkan tingkat ketimpangan yang semakin bertambah (kriteria Bank dunia, jika lebih dari 17% termasuk ketimpangan rendah). 

 Provinsi Riau

a)      Tingkat  kemiskinan di provinsi Riau

       Jumlah dan persentase penduduk miskin di Riau pada periode 2008-2013 menunjukkan kecenderungan menurun, dimana jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebanyak 97,39 ribu jiwa yaitu dari 566,67 ribu jiwa pada tahun 2008 menjadi 469,28 ribu jiwa pada tahun 2013. Pada periode yang sama persentase penduduk miskin menurun dari 10,63 persen menjadi 7,72 persen. Jika dilihat dari trend dua tahunan yaitu periode 2012-2013, menunjukkan bahwajumlahpendudukmiskin mengalami penurunan sebesar 13,79 ribu jiwa yaitu dari 483,07 ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 469,28 ribu jiwa pada tahun 2013. Begitu juga jika dilihat secara persentase, penduduk miskin mengalami penurunan dari 8,22 persen menjadi 7,72 persen.

b)     Tingkat pengganguran di provinsi Riau

        Seperti dapat dilihat pada Tabel 2. jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Provinsi Riau pada Agustus 2013 sebanyak 4.127.474orang. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 2.481.361 orang, dimana sebanyak 941.463 orang bekerja di daerah perkotaan, dan sisanya sebanyak 1.539.898 orang bekerja di daerah pedesa. Jika dilihat menurut daerah, maka TPT untuk daerah perkotaan cukup tinggi, yaitu mencapai 7,55 persen, sedangkan untuk daerah pedesaan hanya sebesar 4,21 persen. Dengan angka TPT sebesar 5,50 persen ini, menunjukkan fenomena terus Bertambahnya jumlah penduduk yang mencari pekerjaan. 

c)        Tingkat Ketimpangan di provinsi Riau

Ketimpangan pembangunan ekonomi mengakibatkan timbulnya empat lapisan masyarakat. Pertama, masyarakat di bawah garis kemiskinan sebesar 28 juta jiwa. Kedua, masyarakat rentan jika terjadi sedikit gangguan sebesar 70 juta jiwa. Ketiga, masyarakat lapisan menengah sebanyak 100 juta jiwa dan masyarakat kelas atas 50 juta jiwa yang sudah membelanjakan USD500. Untuk mencapai ekonomi yang lebih maju, masyarakat di bawah garis kemiskinan dan masyarakat yang rentan akan diberikan jaminan perlindungan sosial sedangkan masyarakat menengah harus tetap didampingi agar bisa berkembang menjadi masyarakat kelas atas.

   3. Tingkat kesejahteraan di provinsi Jawa Barat dengan provinsi Papua Barat

         Provinsi Jawa Barat

a)        Tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Barat

Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan September 2013 sebanyak 4.382.648orang (9,61 %). Mengalami kenaikansebesar 85.610 orang (0,09 %) dibandingkan kondisi pada bulan Maret 2013 yang berjumlah 4.297.038 orang (9,52 %).
Dalam kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan turun sebesar 0,17 persen sedangkan di daerah perkotaan naik 0,25 persen. Secara absolut selama periode Maret 2013 – September 2013, penduduk miskin di pedesaan berkurang 39.551 orang sementara di perkotaan naik sebanyak 125.161 orang.
Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan September 2013 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 40,08persen. Ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2013 (41,79%).Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan September 2013terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 59,92 persen. Ini mengalami kenaikan  jika dibandingkan dengan Maret 2013 (58,20 %).

b)       Tingkat pengangguran di provinsi Jawa Barat

Pada bulan Agustus 2013 jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) adalah 32.191.179 orang, mengalami pertumbuhan 1,89 persen dibandingkan keadaan penduduk usia kerja pada bulan Agustus 2012. Jumlah angkatan kerja mencapai 20.284.633 orang, bertambah 134.539 orang dibandingkan keadaan Agustus 2012 (20.150.094 orang). Namun demikian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada Agustus 2013 mengalami penurunan sekitar 0,77 persen; pada Agustus 2012 tercatat TPAK 63,78 persen, sedangkan pada Agustus 2013 63,01 persen.
Penduduk yang bekerja sebanyak 18.413.984 orang, bertambah 92.876 orang dibandingkan Agustus 2012 dengan jumlah penduduk bekerja 18.321.108 orang. Di sisi lain, jumlah penganggur pada bulan Agustus 2013 mengalami kenaikan 2,28 persen atau bertambah 41.663 orang jika dibandingkan keadaan Agustus 2012.


c)      Tingkat Ketimpangan di provinsi Jawa Barat

PDRB per kapita berdasarkan harga konstan mengalami peningkatan dari sekitar Rp 7,01 juta pada Tahun 2008 menjadi Rp 8,18 juta juta pada Tahun 2012 atau meningkat rata-rata sebesar 3,95% per tahun. Sementara itu, Indeks Gini selama periode 2008-2012  cenderung mengalami peningkatan, yaitu dari 0,28 menjadi 0,41 (Pusdalisbang, Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2013). Kedua hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pendapatan penduduk Jawa Barat cenderung semakin terdistribusi secara tidak merata sehingga ketimpangan pendapatan yang  terjadi semakin lebar. 

 Provinsi Papua Barat

a)      Tingkat kemiskinan di provinsi Papua Barat

Secara umum dari tahun 2008 -2013 terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat tahun 2008 sebanyak 246.500 jiwa (35,12 persen) mengalami penurunan di tahun 2013 kondisi September menjadi 234.230 jiwa (27,14 persen). Penurunan jumlah penduduk miskin periode 2008 -2013 sebesar 7,98 persen. Jika dilihat penurunan jumlah penduduk miskin dari september 2012–september 2013, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 10.300 jiwa (4,92 poin).


b)     Tingkat pengangguran di provinsi Papua Barat

Selama Agustus 2012 hingga Agustus 2013, jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat mencapai 370.750 orang, turun sebesar 4.439 orang dibandingkan Februari 2013 dan turun sebesar 9.153 orang dibandingkan satu tahun yang lalu (Agustus 2012). Penduduk yang bekerja berkurang sebanyak 4.811 orang dari Februari 2013 dan bertambah 11.878 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012.
Pada bulan Agustus 2013 pengangguran mencapai angka 17.131 orang, meningkat 372 orang dibanding Februari 2013 namun menurun berkurang sebanyak 2.725 orang dari Agustus 2012.



c)             Tingkat ketimpangan di provinsi Papua Barat

Tingginya ketimpangan dalam pemerataan kesejahteraan di daerah Papua kemungkinan besar disebabkan rendahnya pembangunan infrastruktur yang ada. Sebagai contoh jumlah keluarga di Papua yang meinkmati listrik hanya sebesar 32% di tahun 2009 dan sarana jalan yang ada di Papua hanya 16% dari panjang jalan nasional dan 33% dari total panjang jalan di Papua masih belum permanen.

4. Tingkat kesejahteraan di provinsi Banten dengan provinsi Kalimantan Timur

    Provinsi Banten

a)      Tingkat kemiskinan di provinsi Banten

Sampai dengan tahun 2013, jumlah dan presentase penduduk miskin di Banten menunjukkan trend menurun. Namun pada Maret 2013 jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan . diakibatkan oleh inflasi umum relatif tinggi yaitu sebesar 3,80 persen. Kemudian pada september 2013 jumlah penduduk miskin di banten kembali mengalami kenaikan  sebesar 5,89 persen,Perkembangan  tingkat kemiskinan provinsi Banten  dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 ditunjukkan sebagai gambar berikut ini .


b)     Tingkat pengangguran di provinsi Banten

Pada bulan Februari 2013, peningkatan jumlah penduduk yang aktif secara ekonomi cukup signifikan, tercatat jumlah angkatan kerja mencapai 5.475. 876 orang atau naik sebesar 77. 232 orang dibanding  keadaan bulan yang sama di tahun 2012. Pada sisi lain, penduduk yang menganggur mengalami penurunan sebanyak 26.782 orang  menjadi 552.895orang pada Februari 2013.Penurunan jumlah penduduk yang menganggur terlihat pula .


c)      Tingkat Ketimpangan di provinsi Banten

Dalam penelitian ini ketimpangan pembangunan diukur dengan menggunakan indeks Williamson yang bernilai dikisaran 0 sampai dengan 1. Selama waktu penelitian yaitu 2001-2011, tingkat ketimpangan di Provinsi Banten cenderung meningkat. Pada tahun 2001, tingkat ketimpangan di Provinsi Banten sebesar 0,260 kemudian menurun pada tahun 2002 menjadi 0,257.
Akan tetapi pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 tingkat ketimpangan di Provinsi Banten meningkat menjadi 0,266. Tingkat ketimpangan di Provinsi Banten selama kurun waktu penelitian mencapai angka tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,276.

Provinsi Kalimantan Timur

a)     Tingkat kemiskinan provinsi Kalimantan Timur

Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada bulan September 2013 sebesar 255,91 ribu (6,38 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 sebesar 237,96 ribu orang (6,06persen), berarti jumlah penduduk miskin bertambah sebanyak 17,95 ribu orang.Jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan mengalami peningkatan. Selama periode Maret September
2013, penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 8,46ribu orang dan di daerah perdesaan naik sebanyak 9,49 ribu orang.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan masih lebih besar dibanding di daerah perkotaan. Persentase penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan pada bulan Maret dan bulan September 2013 masing-masing sebesar  9,90 persen dan 10,24 persen. Sedangkan di daerah perkotaan sebesar 3,71 persen pada bulan Maret 2013 dan 3,99 persen pada bulan September 2013.


b)     Tingkat Pengangguran provinsi Kalimantan Timur

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran Terbuka di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2013 (Februari) mencapai 167.600 jiwa sedikit meningkat dibandikan tahun sebelumnya.Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung menurun, namun kondisi tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur tergolong tinggi dengan TPT tahun 2013 (Februari) mencapai 8,87 persen lebih tinggi dari rata-rata TPT nasional. Untuk perbandingan TPT tahun 2012 antar kabupaten/kota terbesar terdapat di Kota Bontang, yaitu sebesar 14,32 persen dan terrendah di Kabupaten Berau (5,79 %).

c)      Tingkat Ketimpangan provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah Kalimantan Timur selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), dan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.Angka Kematian Balita (AKB), Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), kondisi AKB menunjukan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2010), AKB tahun 2010 sebesar 16,7 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi AKB Provinsi Kalimantan Timur berada di atas rata-rata AKB nasional.

5. Tingkat kesejahteraan di provinsi DI Yogyakarta dengan provinsi NTB

 Provinsi Yogyakarta

a)       Tingkat Kemiskinan di  Provinsi DI Yogyakarta

Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009 -September 2013 mengalami fluktuas, meskipun ada kecenderungan menurun. Pada periode Maret 2009-Maret 2011 cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi dari Maret 2011-Maret 2012 mengalami sedikit kenaikan dan turun kembali pada periode Maret 2012-September 2013. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 tercatat 585,78 ribu orang dan pada Maret 2011 turun menjadi 560,88 ribu, namun sampai dengan kondisi bulan Maret 2012 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 565,32 ribu. Sementara pada periode Maret 2012-September 2013 mengalami penurunan. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar 1.

b)       Tingkat pengangguran provinsi D.I yogyakarta

Jumlah pengangguran terbuka di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2013 (Feb.) mencapai 72.500 ribu jiwa atau menurun sebesar 35.029 ribu jiwa dari tahun 2008. Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), TPT Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2013 (Feb.) sebesar 3,80 persen sama lebih rendah dibandingkan TPT nasional. Penyebaran TPT tahun 2012 terbesar di Kabupaten Sleman yaitu Sebesar 5,42 persen dan TPT terrendah di Kabupaten Gunung Kidul (1,92 %).



c)      Tingkat Ketimpangan di provinsi D.I Yogyakarta

Perkembangan derajat kesehatan penduduk antarprovinsi di wilayah DI. Yogyakarta selama periode terakhir menunjukkan kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB),dan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara nasional yang cenderung terus membaik.
Angka Kematian DI. Yogyakarta (AKB), Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), kondisi AKB menunjukan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2010), AKB tahun 2010 sebesar 8,1 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi AKB Provinsi DI. Yogyakarta tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata AKB nasional.

Provinsi NTB

a)      Tingkat Kemiskinan Provinsi NTB

Memperhatikan tabel 2, jumlah dan persentase penduduk miskin bertambah dari tahun 2004 ke 2005 dan kembali bertambah pada tahun 2006. Bertambahnya penduduk miskin disebabkan adanya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok akibat kenaikan harga bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Maret dan Oktober 2005.
         Ini memicu kenaikan inflasi yang cukup tinggi. Akibatnya jumlah dan    persentase penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dan 2006 mengalami peningkatan yakni dari sebanyak 1.136.524 jiwa (25,92 persen)pada tahun 2005 bertambah hingga mencapai 1.156.144 jiwa (27,17 persen) pada tahun 2006. Namun sejak tahun 2007 sampai 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan. Pada periode Maret – September 2013, penurunan penduduk miskin NTB sekitar 0,72 persen

b)     Tingkat Pengangguran provinsi NTB

      Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2013 Sebanyak 2.094.550 orang, atau turun sebesar 140.797orang dibanding keadaan Februari 2013. Jika dibandingkan dengan  keadaan setahun yang lalu (Agustus 2012), angkatan kerja bertambah sekitar 5.838 orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2013 sebanyak 1.981.842 orang, berkurang sebesar 133.501 orang dibanding keadaan Februari 2013, atau bertambah 3.078 orang dibanding keadaan Agustus 2012.
    Secara absolut, penganggur pada Agustus 2013 yang berjumlah 112.708 orang berkurang sekitar 7.296 orang jika dibanding keadaan Februari 2013, atau bertambah sebesar 2.760 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012.Namun secara persentase, tingkat pengangguran pada bulan Agustus 2013 mengalami sedikit kenaikan, yaitu sekitar 0,01 persen jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2013. Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012, tingkat pengangguran mengalami peningkatan sebesar 0,12.


c)      Tingkat ketimpangan provinsi NTB

Membandingkan antar kabupaten/kota, terlihat jelas bahwa Mataram sebagai Ibukota Provinsi memiliki tingkat kepadatan paling besar. Dengan wilayah seluas 61,30 km2, tingkat kepadatannya mencapai 6.741 orang/km2 tahun 2012. Sedangkan yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat dengan tingkat kepadatan hanya sebesar 64 orang/km2 tahun 2012. Terlihat jelas terjadinya
ketimpangan atau ketidakmerataan dalam penyebaran penduduk di wilayah NTB, baik itu antar pulau maupun antar kabupaten/kota. Tingkat kepadatan penduduk di Provinsi NTB.



Kesimpulan:

Bila kita amati dari data diatas,  dengan membandingkan  tingkat kesejahteraan di beberapa provinsi, baik dari provinsi Jawa maupun di luar jawa yang  menunjukkan presentase penduduk miskin terbesar di wilayah desa dan kota di antara provinsi jawa yaitu DI Yogyakarta sebesar 15,03%. Angka tersebut memang turun dari periode yang sama tahun 2012. Namun tingkat kemiskinan di DI Yogyakarta  tetap menjadi yang terbesar di antara seluruh Provinsi di Jawa. Sebagai gambaran DKI Jakarta yang dikenal memiliki banyak penduduk miskin kota, persentase kemiskinannya hanya sebesar 3,72% lebih rendah dibanding dengan daerah di DI Yogyakarta. Sementara Banten yang dikenal sebagai salah satu provinsi tertinggal memiliki angka kemiskinan 5,89% juga lebih rendah dibandingkan dengan DI yogyakarta.
Untuk di provinsi luar jawa, presentase penduduk miskin di wilayah kota dan desa yang terbesar yaitu di provinsi Papua Barat sebesar 27,14%.  Seperti yang kita tahu, di daerah ini memiliki  jumlah penduduk yang sedikit, tapi di dalam jumlah penduduk yang sedikit itu, angka kemiskinannya ternyata tinggi di bandingkan dengan provinsi luar Jawa lainya.
Jadi, presentase penduduk miskin terbesar bila di bandingankan dengan  provinsi Jawa maupun di luar jawa, yaitu diduduki oleh Papua Barat.


Solusinya:

Pemerintah  harus bisa mengarahkan kepada peningkatan peran serta dan peroduktifitas sumber daya manusia, khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah atau penduduk miskin yang berada di Papua Barat,  melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang pangan papan kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan kegiatan-kegiatan social ekonomi yang bekelanjutan untuk mendorong kemandirian golangan masyarakat yang berpendapatan rendah.  Pemenuhan kebutuhan dasar itu akan memberiakn peluang bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan social - ekonomi yang dapat memberikan pendapatan yang memadai.
Untuk mengatasi pengangguran pemerintah perlu  meciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran. Karena penganggguran adalah salah satu sumber penyebab kemiskinan terbesar di Indonesia .


Referensi: