Sabtu, 06 Juni 2015

STORY

Nama         : Vanni Devi Andiani

Npm           : 29213091

Kelas          : 2EB26

Universitas Gunadarma

 

 

UTOPIA

 

Kamu selalu di sana. Di penghujung batas mataku dapat memandang. Kamu, antara ada dan tiada. Kamu nyata di tepian sana dan aku di sini berteman semu.

Kamu nyata, tapi tidak nyata.
Kamu akan selalu di sana, aku tahu itu pasti. Karena kamulah tujuan dari tiap-tiap derap langkah kaki ini. Karena kamulah harapanku, hanya kamu. Karenanya kamu di sana, di batas akhir pandanganku. Acuanku melewati tiap-tiap detik waktu yang melaju konstan. Kompas perjalananku agar tidak tersesat dalam labirin takdir.

Kamu nyata, tapi tidak nyata.
Kamu nyata, karena kamu selalu di sana. Tapi kamu juga tidak nyata, karena aku hanya mampu memandangmu di kejauhan. Karena aku hanya memeluk imajinasiku tentang kamu. Karena kamu di sana dan aku di sini.

Kamu nyata, tapi tidak nyata.
Dalam keabsurdan sulitmu, aku terus melangkah menujumu. Karena kamu masih di sana. Aku tetap melangkah, meski kusadar jarak yang kutempuh tidak ada habisnya. Karena kamu masih di sana. Aku melangkah karena kamu di sana, di suatu tempat yang kuyakini akhir dari pencarianku. Aku melangkah kepadamu, kepada kamu yang kusebut rumah, kepada kamu yang kusebut bahagia.

Aku melangkah kepadamu, kepada semu, kepada utopiaku.



Sumber: Kawankumagz.com

 

Perlindungan Konsumen di Indonesia

 

Nama         : Vanni Devi Andiani

Npm           : 29213091

Kelas          : 2EB26

Universitas Gunadarma

Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk baranga atau pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang atau jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang atau jasa yang dikonsumsinya.

Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.

Pada Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:

  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

Sedangkan Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen  disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:

1.      Asas manfaat:

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

2.      Asas keadilan:

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

3.      Asas keseimbangan:

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

4.      Asas keamanan dan keselamatan:

Konsumen diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5.      Asas kepastian:

Hukum dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :

  • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
  • Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
  • Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
  • Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  • Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).

Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

  • Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :

  • Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
  • Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
  • Konsumen penderita kerugian.

Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen)

Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen, yaitu:

1.      Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak

Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak memberikan perlindungan yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan gugatan kepada  produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat dengan produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.

 

2.      Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan Kontrak

Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian kepada produsen. Prinsip ini tidak memeihak kepada kepentingan konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan hukum dengan produsen.

 

3.      Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak

Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetep berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya hubungan kontrak.

Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab mutlak.

Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan. Keuntungab bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya. Itu berati apabila produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan konsumen, yaitu :

  • Pembatasan waktu gugatan.
  • Persyaratan pemberitahuan.
  • Kemungkinan adanya bantahan.
  • Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal maupun vertikal.

Prinsip tanggung jawab mutlak, asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.

Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah :

  • Diantara korban atau konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
  • Dengan menempatkan atau mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.

Pemerintah sebagai perancang, pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh pemerintah.

Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum.

 

Daftar Pustaka:

https://mardyantongara.wordpress.com/2013/04/16/perlindungan-konsumen/

http://www.wibowotunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/