Nama : Vanni Devi Andiani
Npm : 29213091
Kelas : 2EB26
Universitas
Gunadarma
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat
ini, banyak bermunculan berbagai macam produk baranga atau pelayanan jasa yang dipasarkan
kepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran
barang secara langsung. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang
atau jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari
pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima
begitu saja barang atau jasa yang dikonsumsinya.
Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya
sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang
menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun
konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha
menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang
dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti
standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa
diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang
berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen.
Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta
undang-undang tersebut dengan baik.
Pada Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah:
- Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
- Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
- Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
- Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
- Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun
1999, tentang perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak
konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar
pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak
konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum
lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa
menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar
oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang
ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen,
yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman
dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala
upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau
menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku
usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum
perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.
Asas
manfaat:
Asas ini
mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak
ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.
Asas
keadilan:
Penerapan asas
ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta
pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh
haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.
Asas
keseimbangan:
Melalui
penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud
secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.
Asas
keamanan dan keselamatan:
Konsumen
diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.
Asas
kepastian:
Hukum
dimaksudkan agar baik konsumen dan
pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki
sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting
agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya,
jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara
spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh
untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam
saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak
konsumen sebagai berikut :
- Hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
- Hak
untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
- Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
- Hak
untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
- Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
- Hak
untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
- Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskrimainatif.
- Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
- Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak
konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku
usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban
pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut
ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini
dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh
pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan
terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No.
5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen
dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang
merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan
apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII),
bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
- Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu
prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang
ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas muncul pada kategori
bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada
konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada
munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan
tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian
produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian produsen diajukan
dengan bukti-bukti, yaitu :
- Pihak
tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk
melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
- Produsen
tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai
dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
- Konsumen
penderita kerugian.
Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan
adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan
kerugian konsumen)
Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian
juga mengalami perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda
terhadap kepentingan konsumen, yaitu:
1. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan
Persyaratan Hubungan Kontrak
Teori murni prinsip tanggung jawab
berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab yang didasarkan pada adanya
unsur kesalahan dan hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen
karena gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya
unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan
konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak memberikan
perlindungan yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua
kesulitan dalam mengajukan gugatan kepada produsen, yaitu, pertama,
tuntutan adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat dengan
produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen
diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.
2. Kelalaian Dengan Beberapa
Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan Kontrak
Perkembangan tahap kedua teori
tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang tetap
berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap
persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen untuk
mengajukan ganti kerugian kepada produsen. Prinsip ini tidak memeihak kepada
kepentingan konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami
kerugian atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki
kepentingan hukum dengan produsen.
3. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan
Kontrak
Setelah prisip tanggung jawab atas
dasar kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai
tahap kedua dalam perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka
tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetep
berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya hubungan kontrak.
Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab
berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung
jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya
keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab berdasarkan
kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan kesalahan.
Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab
mutlak.
Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen,
ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas
wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah
tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan
kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan
yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan. Keuntungab bagi
konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang
telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya. Itu berati apabila produsen
telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka
produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi,
dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa
kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan
konsumen, yaitu :
- Pembatasan
waktu gugatan.
- Persyaratan
pemberitahuan.
- Kemungkinan
adanya bantahan.
- Persyaratan
hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal maupun
vertikal.
Prinsip tanggung jawab mutlak, asas tanggung jawab ini
dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini, produsen
wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan
produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni
unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti
kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar
hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya
hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya.
Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang
merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut
konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di
pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak
diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah :
- Diantara
korban atau konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban kerugian
seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
- Dengan
menempatkan atau mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti produsen
menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan,
bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.
Pemerintah sebagai perancang, pelaksana serta pengawas atas jalannya
hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan
fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini
agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan dengan lancar tanpa ada
pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan untuk
memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang
diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi
yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh pemerintah.
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat
dibutuhkan agar tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin
memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan
maksimum.
Daftar Pustaka:
https://mardyantongara.wordpress.com/2013/04/16/perlindungan-konsumen/
http://www.wibowotunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/